Kamis, 21 November 2013

tradisi larung sesaji d telaga sarangan



Tradisi Larung Tumpeng merupakan salah satu tradisi budaya di Indonesia. Tradisi ini dilangsungkan di Telaga Sarangan Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Tradisi tahunan ini diadakan pada setiap Bulan Ruwah (Jawa), hari Jum’at Pon dengan prosesi utama Larung Tumpeng (Labuh Sesaji) ke Telaga Sarangan.
Menurut mitos Labuh sesaji ini dilakukan untuk memohon agar penunggu Telaga Sarangan tidak marah sebab, bila tidak dilakukan labuh sesaji, diyakini oleh masyarakat bahwa penunggu Telaga Sarangan akan marah sehingga membuat bencana alam di Sarangan khususnya.
Upacara tradisional ini dikemas secara khusus dengan gaya dan cara yang khusus pula, sehingga menambah daya tarik pengunjung ke obyek wisata Telaga Sarangan Magetan. Sebelum dimulai acara utama yaitu pelarungan tumpeng, Pengunjung akan dihibur dengan sajian tari Barongsai dan Reog.
Prosesi larung sesaji diawali dengan kirab Tumpeng Gono Bahu dari Kelurahan Sarangan menuju panggung di pinggir Telaga Sarangan. Iring-iringan kirab diawali dengan rombongan Drum Band dari siswa siswi SMP se-Kabupaten Magetan (yang dipilih secara random setiap tahunnya), barisan Putri Domas (pilihan random dari putra putri / bagus – diah Magetan), Prajurit (warga setempat), pasukan berkuda, Sesaji Hasil Bumi, kemudian Tumpeng Gono Bahu.
Tumperng Gono Bahu atau disebut Tumpeng raksasa ialah Tumpeng raksasa setinggi 2,5 meter yang mampu menghabiskan beras sebanyak kurang lebih 50 Kg. Tumpeng ini diarak mengelilingi telaga. Semua petugas yang mengawalnya mengenakan pakaian adat, sehingga menambah daya tarik pengunjung Telaga Sarangan.
Acara ini berfungsi religius dan disisi lain mempunyai fungsi sosial. Dikatakan bermakna religius karena berkaiatan dengan aspek supranatural. Dikatakan bermakna sosial karena kegiatan tersebut melibatkan masyarakat pendukung kebudayaan. Tujuan tradisi ini sebagai ucapan terima kasih masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hadiahNya yang berupa Telaga Sarangan, sehingga mendatangkan kemakmuran bagi masyarakat Magetan khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Tradisi Larung Tumpeng yang diadakan satu tahun sekali membawa dampak positif dan negatif bagi masyarakat di desa Sarangan Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Pemberangkatan dimulai dari Balai Kelurahan Sarangan, kurang lebih 500 meter dari Telaga Sarangan. Dalam perjalanan dari Balai Kelurahan Sarangan, peserta yang membawa sesaji dilakukan dengan berjalan kaki kecuali, empat pasukan berkuda dengan naik kuda. Semua sesaji dibawa dengan berjalan kaki,orang jawa menyebutnya dengan kata “Dipikul”. Masing-masing sesaji dipikul oleh kurang lebih 4 orang, sebab ukuran dari sesaji yang lumayan besar dan berat. Upacara Labuh Sesaji dipusatkan di punden desa tepatnya sebelah timur telaga, di tempat inilah para pejabat Kabupaten, Muspika, para perangkat desa, sesepuh, dan tokoh masyarakat serta para warga masyarakat berkumpul untuk mengadakan sesaji.
Setelah semua sesaji diterima oleh sesepuh desa, maka sesepuh desa membakar menyan serta membaca doa. Setelah pembacaan doa selesai sesaji dibawa ke telaga untuk dilarungkan kecuali, sesaji yang berisi nasi tumpeng yang berukuran kecil, panggang, cok bakal, dan setakir bunga telon ditinggal di bawah pohon beringin yang ada di punden desa. Pelarungan dilakukan setelah Sesaji Agung Labuh Tumpeng Gono Bahudikumpulkan menjadi satu di punden dan dibacakan doa oleh sesepuh Desa Sarangan. Semua sesaji diangkat kedalam perahu oleh warga. Kemudian dibawa mengelilingi telaga serangan dengan menggunakan perahu. Barulah semua sesaji dilarungkan kedalam telaga. Dengan dilarungkannya sesaji tersebut warga sarangan dan semua warga magetan berharap dapat dijauhkan dari segala musibah dan balak, serta kehidupan masyarakat akan lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar