Tradisi Larung Tumpeng
merupakan salah satu tradisi budaya di Indonesia. Tradisi ini dilangsungkan di
Telaga Sarangan Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Tradisi
tahunan ini diadakan pada setiap Bulan Ruwah (Jawa), hari Jum’at Pon dengan
prosesi utama Larung Tumpeng (Labuh Sesaji) ke Telaga Sarangan.
Menurut mitos Labuh sesaji ini dilakukan untuk
memohon agar penunggu Telaga Sarangan tidak marah sebab, bila tidak dilakukan
labuh sesaji, diyakini oleh masyarakat bahwa penunggu Telaga Sarangan akan
marah sehingga membuat bencana alam di Sarangan khususnya.
Upacara tradisional ini dikemas secara khusus
dengan gaya dan cara yang khusus pula, sehingga menambah daya tarik pengunjung
ke obyek wisata Telaga Sarangan Magetan. Sebelum dimulai acara utama yaitu
pelarungan tumpeng, Pengunjung akan dihibur dengan sajian tari Barongsai dan
Reog.
Prosesi larung sesaji diawali dengan kirab
Tumpeng Gono Bahu dari Kelurahan Sarangan menuju panggung di pinggir Telaga
Sarangan. Iring-iringan kirab diawali dengan rombongan Drum Band dari siswa
siswi SMP se-Kabupaten Magetan (yang dipilih secara random setiap tahunnya),
barisan Putri Domas (pilihan random dari putra putri / bagus – diah Magetan),
Prajurit (warga setempat), pasukan berkuda, Sesaji Hasil Bumi, kemudian Tumpeng
Gono Bahu.
Tumperng Gono Bahu atau disebut Tumpeng raksasa
ialah Tumpeng raksasa setinggi 2,5 meter yang mampu menghabiskan beras sebanyak
kurang lebih 50 Kg. Tumpeng ini diarak mengelilingi telaga. Semua petugas yang
mengawalnya mengenakan pakaian adat, sehingga menambah daya tarik pengunjung
Telaga Sarangan.
Acara ini berfungsi religius dan disisi lain
mempunyai fungsi sosial. Dikatakan bermakna religius karena berkaiatan dengan
aspek supranatural. Dikatakan bermakna sosial karena kegiatan tersebut
melibatkan masyarakat pendukung kebudayaan. Tujuan tradisi ini sebagai ucapan
terima kasih masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hadiah‐Nya yang berupa Telaga Sarangan, sehingga
mendatangkan kemakmuran bagi masyarakat Magetan khususnya dan Indonesia pada
umumnya.
Tradisi Larung Tumpeng yang diadakan satu tahun
sekali membawa dampak positif dan negatif bagi masyarakat di desa Sarangan
Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Pemberangkatan dimulai dari
Balai Kelurahan Sarangan, kurang lebih 500 meter dari Telaga Sarangan. Dalam
perjalanan dari Balai Kelurahan Sarangan, peserta yang membawa sesaji dilakukan
dengan berjalan kaki kecuali, empat pasukan berkuda dengan naik kuda. Semua
sesaji dibawa dengan berjalan kaki,orang jawa menyebutnya dengan kata
“Dipikul”. Masing-masing sesaji dipikul oleh kurang lebih 4 orang, sebab ukuran
dari sesaji yang lumayan besar dan berat. Upacara Labuh Sesaji dipusatkan
di punden desa tepatnya sebelah timur telaga, di tempat inilah
para pejabat Kabupaten, Muspika, para perangkat desa, sesepuh, dan tokoh
masyarakat serta para warga masyarakat berkumpul untuk mengadakan sesaji.
Setelah semua sesaji diterima oleh sesepuh desa,
maka sesepuh desa membakar menyan serta membaca doa. Setelah pembacaan doa
selesai sesaji dibawa ke telaga untuk dilarungkan kecuali, sesaji yang berisi
nasi tumpeng yang berukuran kecil, panggang, cok bakal, dan setakir bunga telon
ditinggal di bawah pohon beringin yang ada di punden desa. Pelarungan dilakukan
setelah Sesaji Agung Labuh Tumpeng Gono Bahudikumpulkan menjadi
satu di punden dan dibacakan doa oleh sesepuh Desa Sarangan. Semua sesaji
diangkat kedalam perahu oleh warga. Kemudian dibawa mengelilingi telaga
serangan dengan menggunakan perahu. Barulah semua sesaji dilarungkan kedalam
telaga. Dengan dilarungkannya sesaji tersebut warga sarangan dan semua warga
magetan berharap dapat dijauhkan dari segala musibah dan balak, serta kehidupan
masyarakat akan lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar